Beberapa masukan dapat disampaikan:
1. Sebuah debat, memang adalah untuk mencari menang-kalah, dan karena itu tidak cocok dengan konsep untuk membangun kerohanian. Karena itu persis dg yg disampaikan p PW dan Bli LAW, acara2 spt ini jangan dihadiri atau dikomentari di sosmed. Tidak akan ada gunanya.
2. Fondasi dari debat seperti ini biasanya adalah dengan pendekatan logika dg argumentasi linear, cerita historis sejarah, dan mencari inkonsistensi.
3. Mereka yg mencoba berdebat tentang spiritual dengan metode pendekatan ilmiah dan logika science (pembuktian material), sudah pasti akan menuju kpd kebingungan dan kegelapan. Spiritual dan Science adalah dua hal yg berbeda. Logika ilmiah adalah alat yg cocok untuk memahami dunia materi, dunia benda-benda, science of the outer world. Sedangkan spiritual adalah tentang science of the inner, tentang cara untuk memahami sang diri dan keberadaan. Jelaslah tidak akan pernah ketemu.
4. Terkait sejarah: pendekatan hindu adalah bagaimana dari kejadian sejarah kita dapat memberi makna spiritual, mencari lesson learnt untuk perkembangan jiwa dan pengajaran. Kejadian exact dari sejarah itu bahkan tidaklah terlalu penting. Karenanya biasanya sebuah kejadian historical yg penting, kemudian di gubah menjadi kisah legenda, kisah simbolik, yg dapat diceritakan turun-temurun, untuk dipetik hikmahnya.
Jadi tidak terbalik: sebuah dongeng/mitos dipaksa untuk diterima sebagai sebuah kisah nyata yg benar2 terjadi. Bahkan kalau tidak bisa menerima, dikatakan iman nya lemah!
5. Perhatikan pula, bagaimana kerendahan hati para maha Rsi, dimana hampir semua buku2 suci, jarang di klaim penulisnya, lebih banyak yg anonim. Kalaupun ada menyebut nama, sulit diperoleh cerita dari kehidupan pribadinya, karena menurut para suci hal itu tidaklah penting, bahkan mengganggu.
6. Debat dilakukan dengan alat utama logika PIKIRAN, sementara Hindu menganggap pikiran justru sebagai sumber segala masalah rohani. Karena itulah maka seluruh olah rohani hindu adalah tentang bagaimana melampaui pikiran ini. Bagaimana dari pikiran untuk turun kedalam hati, ke dalam jiwa. Lalu bagaimana kita mau mengandalkan alat bernama pikiran itu untuk menjadi hakim kebenaran?
7. Inkonsistensi: ini satu yang paling menjadi modal dalam debat. Tetapi karena jalan rohani adalah tentang rohani, tentang hati dan jiwa, maka setiap jawaban sebuah kegundahan, dilakukan untuk ment-trigger bagaimana pikiran menjadi ter-diam, menjadikannya tenang, yang pada akhirnya adalah untuk mematikan dan melampaui si pikiran itu. Jawaban pertanyaan rohani yg sama dari siswa sekolah dasar, tentu saja akan sama sekali berbeda kepada siswa universitas, ataupun kepada seorang yogi. Karenanya, jawaban sebuah pertanyaan query spiritual seringkali tidaklah dapat dilihat begitu saja, tetapi dilihat dalam context perkembangan rohani SI PENANYA, perkembangan rohani sang bhakta itu. Pertanyaan dan jawabannya sendiri tidaklah RELEVAN. Dengan demikian hindu adalah sebuah agama yang cukup besar, untuk juga menampung INKONSISTENSI. Dalam arti, kebenaran yg lebih tinggi, akan melingkupi kebenaran yg lebih rendah tadi.
Nggih demikian dulu, kok jadi panjang niki jawabannya. Kirang langkung nunas ampure.
Rahajeng Semeng, Dumogi rahayu lan shanti