• About Author
  • Dharma
  • Materi Ajar
    • Algoritma dan Pemrograman
    • Boolean Algebra
    • Microprocessor and Arduino
    • Network Security
    • New Generation Network
    • Software-defined Network
  • Membangun Server dengan FreeBSD
  • Programming Sector
  • Sosialita
  • Survival Guide

kn-OWL-edge

~ knowledge is power and weapon

kn-OWL-edge

Category Archives: Dharma

Makna Tri Sandhya

30 Rabu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Makna dari puja Trisandhya

Tri Sandhya Dalam Sastra Kitab Agastya Parwa:  “… agelema ta sirāmujā, matrisandhyā, toyasnāna, bhasmasnāna, mantrasnāna, … (Agastya Parwa 396) Puja Tri sandhyā baru dikenal sekitar tahun 1950-an dalam buku buku Puja Tri Sandhyā oleh Prof. Pandit Shastri . Tri artinya tiga. Sandhya berasala dari akar kata sam (berhubungan) dan di(ditaruh) yaitu hubungan dua keadaan atau benda seperti hubungan antar waktu atau antar ruang. Sandhyā artinya hubungan antara waktu. Pertemuan antara waktu malam dengan pagi, antara waktu pagi dengan siang dan antara waktu siang dengan malam.
3 Waktu Tri Sandhya: Pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta” bertujuan menguatkan “guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Rajas” agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari tenggelam sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Tamas” yaitu sifat-sifat bodoh dan malas.
Puja Trisandhya adalah persembahyangan pada saat pergantian waktu (pagi-siang-malam) yang bertujuan untuk menghilangkan aspek-aspek negatif yang ada pada manusia Disusun bukan dikarang. Intisari dari seluruh mantra-mantra suci Weda. Paling sesuai digunakan pada zaman Kali, di mana manusia dalam waktu hidup yang singkat harus berlomba dengan waktu demi memenuhi kebutuhan jasmaninya sehingga manusia tak punya banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti yang dilakukan oleh Mahārṣi terdahulu sebagai contoh melakukan tapa yang cukup lama.
Puja Tri Sandhya telah mencakup segala jenis aspek dan pujian kepada Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa dan di antaranya. Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah melakukan Japa, karena kita telah mengucapkan mantra suci ‘Om’ dalam setiap baitnya yang berarti kita telah menyebut akṣara suci Tuhan secara berulang. Dimana kata ‘Om’ memiliki arti ‘Brahman’ Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah mengakui dan memuji Keagungan Tuhan dalam bentuk pengucapan ‘mantra Gayatri’ yang terletak pada bait pertama Sumber Bait Dalam Tri Sandhya

Bait pertama bersumber dari salah satu Mantram Gāyatrī yang terdapat dalam kitab Rg Veda, III.62.10.
Pada bait mantram dalam kitab Rg Veda kata bhur bhuvah svah tidak ada. Tambahan kata bhur bhuvah svah itu terdapat dalam kitab Yajur Veda Putih, 36.3. Mantra Gāyatrī atau Gāyatrī Mantram adalah mantram yang paling utama dan paling mulia diantara semua mantra à ibu mantram Bait kedua, bersumber dari salah satu dari suatu rangkaian mantram yang panjang disebut Catur Veda Sirah (Empat Veda Kepala). Catur Veda Sirah adalah salinan dari kitab Narayana Upanisad. Memuja Tuhan sebagai Narayana, Tuhan yang suci tanpa noda.
Bait ketiga bersumber dari Siwa Astawa, puja kedua, yaitu mantram pemujaan kepada Dewa Siwa sebagai sebutan Tuhan dalam berbagai-bagai sebutan Bait keempat, kelima dan keenam bersumber dari kumpulan mantra yang sama yaituKsamamahadevastuti 2-5, tersebar dalam Wedasanggraha.

Bait keempat adalah sebagai pengakuan bahwa diri serba hina dan memohon agar Tuhan melindungi dan membersihkan dari segala noda.
Bait kelima, pemuja memohon ampun dan memohon agar dibebaskan dari semua papa, semua kehinaan dan dosa. Pemuja mohon untuk dijaga karena Ialah penjaga semua makhluk dan penguasa tertinggi atas segala yang ada. Bait keenam, pemuja memohon ampun atas segala dosa dari anggota badan, kata-kata dan pikiran. Struktur Tiap Bait Dalam Tri Sandhya Bait keempat adalah pengakuan , Bait kelima dan keenam adalah permohonan dan Bait pertama, kedua dan ketiga adalah pujian.
Bait Pertama

Om Om Omṁ

Bhūr bhuvaḥ svaḥ

tat savitur vareṇyaṁ

bhargo devasya dhīmahi

dhiyo yo naḥ pracodayāt
Om Sang Hyang Widhi, kami menyembah kecemerlangan dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bumi, langit dan sorga, semoga Sang Hyang Widhi menganugrahkan kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.
Dengan mengucapkan mantra ini berarti kita telah mengakui keagungan Tuhan yang telah memberi manusia kecerdasan dan pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling beruntung
Oṁ nārāyaṇa evedaṁ sarvaṁ

yad bhūtaṁ yac ca bhavyam

niṣkalaṅko nirañjano nirvikalpo

nirākhyātaḥ śuddho  devo eko

nārāyaṇaḥ  na dvitīyo ‘sti kaścit
Om Sang Hyang Widhi, semua yang ada berasal dari Sang Hyang Widhi baik yang telah ada maupun yang akan ada, Sang Hyang Widhi bersifat gaib tidak ternoda tidak terikat oleh perubahan, tidak dapat diungkapkan, suci, Sang Hyang Widhi Maha Esa, tidak ada yang kedua.
Mengakui ‘Tuhan hanya satu dan merupakan sumber dari segalanya’ dan beliau disebut ‘Narayana’
Oṁ tvaṁ śivaḥ tvaṁ mahādevaḥ

īśvaraḥ parameśvaraḥ

brahmā viṣṇuśca rudraścab

puruṣaḥ parikīrtitāḥ
Om Sang Hyang Widhi, Engkau disebut Siwa yang menganugrahkan kerahayuan, Mahadewa (dewata tertinggi), Iswara (mahakuasa). Parameswara (sebagai maha raja diraja), Brahma (pencipta alam semesta dan segala isinya), Visnu (pemelihara alam semesta beserta isinya), Rudra (yang sangat menakutkan) dan sebagai Purusa (kesadaran agung).
Tuhan itu Maha Kuasa dan memiliki banyak manifestasi atau nama (visvarupam)
Bait Keempat

Oṁ pāpo ‘haṁ pāpakarmāhaṁ

pāpātmā pāpasaṁbhavaḥ

trāhi māṁ puṇḍarīkākṣaḥ

sabāhyā bhyantaraḥ ‘śuciḥ
Om Sang Hyang Widhi, hamba ini papa, perbuatan hambapun papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Widhi yang bermata indah bagaikan bunga teratai, sucikan jiwa dan raga hamba. Mengakui kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat. Sehingga pada bait ini kita memohon perlindungan diri kepada Tuhan dan memohon kesucian jiwa dan raga.
Pemuja mengatakan dirinya serba hina serba kurang serba lemah. Hina kerjanya, hina diri pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk dilindungi dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan Tuhanlah melimpahkan kesucian untuk dia yang setia mengamalkan ajaran-Nya.
Oṁ kṣamasva maṁ mahādevaḥ

sarva prāṇi hitaṅkaraḥ

maṁ moca sarva pāpebhyaḥ

Pālayasva sadāśiva
Om Sang Hyang Widhi, ampunilah hamba, Sang Hyang Widhi yang maha agung anugrahkan kesejahteraan kepada semua makhluk. Bebaskanlah hamba dari segala dosa lindungilah hamba Om Sang hyang Widhi. Dalam mantram ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah
Mengakui bahwa Tuhan adalah Maha Pelindung dan Penyelamat yang akan mengampuni seluruh dosa dalam wujud Beliau sebagai Sadā Śiwa
Oṁ kṣantavyaḥ kāyiko doṣaḥ

kṣantavyo vāciko mama

kṣantavyo mānaso doṣaḥ

tat pramādāt kṣamasva mām
Om Sang Hyang Widhi, ampunilah dosa yang dilakukan oleh badan hamba, ampunilah dosa yang keluar melalui kata kata hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba.
Dalam bait ini disebutkan, apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa kata-kata dan apa saja dosa pikiran, pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni. Manusia tidak dapat bebas dari dosa karena ia diselubungi oleh khilaf dan lalai. Bila seseorang dapat membersihkan diri dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan yang menyelubungi sang diri akan menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian dari sang diri yang meng-antar seseorang ke alam kesadaran. Atas dasar ini kelepasan akan lebih mudah diperoleh.
Om Santih Santih Santih OM

Sarasamuscaya XV: Mencuri

29 Selasa Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Tag

mencuri, sarasamuscaya

Sarasamuscaya: Mencuri
149.

Mereka yang menggelapkan, mereka memeras, mereka yang mencuri, mereka yang merampok harta, kesenangan, dan kebenaran orang lain akan hidup dalam kenistaan, rasa was-was, dan ketakutan sepanjang hidupnya, sekarang maupun kelak dikelahiran mereka yang berikutnya.
150.

Mereka yang tidak melakukan perbuatan-perbuatan keji dan jahat, akan tetap merasa aman dan tenteram di tempat yang paling membahayakan sekalipun, mereka akan senantiasa dilindungi oleh perbuatan-perbuatannya yang bajik dan benar.
151. 

Orang umum menyatakan bahwa harta adalah uang, emas, barang berharga, dll; tapi bagi orang bijak harta yang sesungguhnya adalah kewelasasihan, perbuatan yang tidak menyakiti dan membunuh, kejujuran, perkataan yang benar dan kebajikan; harta seperti inilah yang tidak akan pernah dapat dicuri oleh para pencuri.
152. 

Utamakanlah untuk menolong orang-orang yang sedang sakit, teraniaya, butuh perlindungan dan miskin. 

Peperangan yang sesungguhnya

27 Minggu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Tag

dwapara yuga, kali yuga, kerta yuga, treta yuga

battle-within-yourself

Hindu percaya dengan pembagian jaman yang disebut “Yuga”, yaitu:

1. Kerta Yuga
2. Treta Yuga
3. Dwapara Yuga
4. Kali Yuga

Di setiap jaman terjadi peperangan, jaman Kerta yuga yang berperang adalah para Dewa dengan Asura peperangan terjadi antar planet, planet para Dewa dan planet para Asura. Di jaman treta yuga, terjadi peperangan di satu planet Bumi antar kerajaan Kerajaan Rahwana dan Rama, di Jaman dwapara Yuga terjadi peperangan dalam satu kerajaan, satu keluarga yaitu perang Bharata Yudha antara Korawa dan Pandawa. Di jaman Kaliyuga ini peperangan terjadi lebih dekat lagi yaitu peperangan di dalam diri sendiri, peperangan antara naluri berbuat baik dan nafsu angkara murka.

Setiap jaman akan semakin mendekatkan kita dengan musuh kita, bila kita menyadari hal itu, maka sangat penting buat kita untuk waspada, mawas diri, dan mulat sarira…..

pranam

Guru = gu (kegelapan) + ru (penghalau)

26 Sabtu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma, sosialita

≈ Tinggalkan komentar

Tag

guru, guru kripa, guru murti, guru padam, guru stotram, guru vakyam, penghalau kegelapan

Mengingat hari Guru, mari kita sedikit memaknai Siapakah Guru?

Seperti yang kita ketahui, “Gu” berarti kegelapan, dan ‘ru’ berarti penghalau. Entitas yang menghalau segala kegelapan dari pikiran adalah Guru. Siapakah “Guru” ? Guru adalah dia yang mengetahui rahasia kelepasan spiritual seseorang. Siapa yang bisa mengetahui rahasia kelepasan spiritual? Parama Purusha sendiri yang mengetahui. Tidak ada yang lain yang mampu mengetahui rasahia kelepasan. Itulah sebabnya dikatakan dalam beberapa sutra “Brahmaeva Gururekah Naparah” Hanya Brahmalah Guru yang sejati atau “Guru Sakshat Param Brahma” Guru sejati adalah Param Brahma, maka Guru Vakyam juga berarti Brahma Vakyam”, jadi kalau dikatakan “Mantra Moolam Guru Vakyam” hal ini berarati juga “Mantra Moolam Brahma Vakyam”, untuk lebih dapat kita memahaminya, mari kita coba melihat rangkaian Guru Stotram yang merupakan Sebuah kutipan dari ‘Guru Gita’ seperti yang paparkan dalam bagian Uttarakhanda dari ‘Skanda Purana’ dalam bentuk dialog antara Siwa dan Uma (Shakti).

Guru Stotram
1.Guru Brahma Guru Vishnu
Guru Devo Maheshwara
Guru Sakshat Param Brahma
Tasmai Shri Gurave Namah

Guru adalah Brahma, guru adalah Wisnu, guru adalah Tuhan Maheshwara. Guru adalah sesungguhnya realitas tertinggi. sujud luhur hamba kepada-Nya.
Bagaimana kita disadarkan bahwa Brahma adalah guru pencipta (creation), guru kita dalam berkreasi, dialektika ilmu pengetahuan selalu diawali dari kreasi hingga timbul tesis-tesis baru, dalam perjalanannya kreasi yang baru muncul sebagai anti tesis, tesis lama dan anti tesisnya bersintesa menjadi tesis baru, begitu seterusnya, Guru Brahma adalah Guru dalam Hal kreasi, kreasi dalam memunculkan tesis-tesis kalau kita ewajantahkan dalam keilmuan di dunia material. Guru Wisnu sebagai Guru pemelihara, dimana Guru Wisnu mengajarkan kita menghargai setiap kreasi atau penciptaan dan menghargai kehidupan, kehidupan mahluk di sekitar kita, dan paling penting menghargai kehidupan kita sendiri. dengan menghargai kehidupan kita maka kita akan memahami tubuh kita, tubuh kita ini yang disebut bhuana alit sama unsurnya dg alam atau bhuana agung, maka dg adanya Guru Wisnu yang menyadarkan akan pentingnya kehidupan ini akan menuntun kita kepada Dharma Manusia yang sejati (Manawa Dharma) yaitu menyelaraskan, mensinergykan tubuh phisik kita dengan alam ini, jalan menselaraskan phisik unit ini dengan alam yang agung ini disebut jalan Meditasi yang mana kita dalam menjalani sadhana meditasi memerlukan Guru Dewa Maheswara (Maha Iswara / yang maha mengontrol), yang juga merupakan Guru para Dewa, makanya disebut sebagai Guru Dewa. Perbuatan kita yang mengontrol adalah Indra kita, Indra kita yang mengontrol adalah pikiran, pikiran yang mengontrol adalah Jiwa (iswara), Jiwa yang mengotrol adala Maha Iswara (Maheswara). Jadi Maha Isawara disebut sebagai maha pengontrol. Ketiga murti Brahma Wisnu Iswara adalah realitas tertinggi (Guru saksat), dia Param Brahman, Dia Parama Purusha. Dan setiap pengucapan Stotram ini berarti kita menundukkan hati kita dan sujud pada Maha Purusha sebagai Hyang Pramesti Guru.

2.Dhyanamoolam Guru Murti
Pujamoolam Guru Padam
Mantra Moolam Guru Vakyam
Moksha Moolam Guru Kripa

Penganugerahan pembebasan hanya pada restu Guru. ibadah yang sesungguhnya adalah dari kaki Guru. Dasar dari semua mantra adalah kata-kata dari Guru. Penganugerahan pembebasan hanya rahmat Guru.
Dhyanamoolam Guru Murti, penganugrahan pembebasan hanya pada restu Guru, tanpa restu Guru seorang sisya dipercaya tidak bisa mencapai pembebasan, Guru di sini sebenarnya adalah Hyang pramesti Guru, Murti (wujud) Guru yang di ideasikan dalam meditasi sebagai Ista (yang dituju) sangatlah membantu seorang pelaku spiritual untuk mencapai pembebasan.
Pujamoolam Guru Padam, ibadah yang sesungguhnya adalah dari kaki Guru, Puja atau ibadah dimulai dari kaki padma Guru, kita di Bali setelah selesai melakukan puja bhakti saat upacara akan ngelungsur Tirtha (air suci) wasuh pada (cuci kaki) Hyang pramesti Guru (Siwa). Tanpa memperoleh Tirtha Wasuh pada maka sebuah upacara persembahyangan akan terasa kering atau kurang bermakna.
“Mantra Moolam Guru Vakyam” hal ini berarati juga “Mantra Moolam Brahma Vakyam” dan harus kita ingat bahwa hal ini merupakan Shivokti yang diutarakan oleh Sadashiwa, bahwa faktor mendasar yang berfungsi di balik setiap mantra adalah “Guru vakyam”. Tradisi Guru-Sisya di dalam garis perguruan spiritual atau parampara, biasanya bila sisya sudah dianggap layak, maka Guru akan memberikan sebuah kata-kata kunci sebagai wujud dari Guru-Vakyam, dan Guru-Vakyam inilah Matramoolam.
Moksha Moolam Guru Kripa, moksha diawali dari anugrah Guru, Guru dalam hal ini adalah Param Brahma, Hyang Pramesti Guru (Shiwa) kalau di Bali/jawa. Tiada moksha yang tanpa diawali dengan waranugraha Hyang Guru, itulah setiap orang yang merasa dalam hidup ini ingin mencapai peningkatan jiwa menuju moksha maka dia harus minta anugrah Guru.

3.Akhanda Mandalakaram
Vyaptam Yena Characharam
Tat Padam Darshitam Yena
Tasmai Shri Gurave Namaha

Aku bersujud ke Sadguru yang dipuja oleh seluruh jagad, yang terdiri dari kesadaran tak terputus, yang meresapi dan mengisi serta melalui setiap objek yang bergerak dan tak bergerak. Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya.

4.Manathaha Shri Jagannatha
Madguru Shri Jagadguru
Madatma Sarvabhutatma
Tasmai Shri Gurave Namaha

Tuhanku adalah Tuhan Semesta. Guru saya adalah Guru dari seluruh dunia. diriNya adalah Diri dari semua makhluk, karena itu saya bersujud kepada Guru saya yang telah menunjukkan saya akan hal ini. . Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya.

5.Gyana Shakti Samarudham
Tatwa Mala Vibhushitam
Bhukti Mukti Pradata Cha
Tasmai Shri Gurave Namaha

Dia yang diwujudkan sebagai pengetahuan spiritual dan energy/kekuatan, yang dihiasi dengan karangan bunga dari realitas kebenaran, ia yang menganugerahkan baik pembebasan dan kenikmatan di dunia ini. Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya.

6.Sthavaram Jangamam Vyaptam
Yatkinchit Sacharacharam
Tatpadam Darshitam Yena
Tasmai Shri Gurave Namaha

Apapun yang bergerak dan tak bergerak dan bahwa yang melingkupi apa pun yang hidup maupun mati, itu Guru yang mengungkapkan semua hal ini. Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya.

7.Chinmayam Vyapitam Sarvam
Trai Lokyam Sacharacharam
Tatpadam Darshitam Yena
Tasmai Shri Gurave Namaha

Aku bersujud kepada Guru yang telah membuat saya menyadari bahwa esensi yang melingkupi masa lalu, sekarang dan masa depan, dan segala sesuatu bergerak dan tak bergerak. Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya

8.Chaitanyam Shashvatam Shantam
Vyomateetaha Niranjanaha
Bindu Nada Kala Teetaha
Tasmai Shri Gurave Namaha

Sujud kepada Guru yang kekal, damai, tidak terikat, penuh cahaya dan pengetahuan, di luar tahapan Nada, Bindu dan Kala, dan yang bahkan melampaui angkasa. Sembah sujud kepada Guru yang berdiri kokoh dan yang telah menyadarkan saya akan realisasiNya.

Puja Guru Strotam di Youtube (https://youtu.be/_F_fopReJaA)

Sarasamuscaya XIV: Ahimsa

15 Selasa Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Sarasamuscaya.
*Ahimsa* (Tidak Menyakiti Mahluk)
136.

Jika orang sayang akan hidupnya, apa sebabnya mereka ingin membunuh makhluk lain, mereka sungguh tidak memakai ukuran dirinya. *Jika orang selalu berharap kesenangan dan kedamaian, semestinya mereka terlebih dahulu memberi kesenangan dan kedamaian itu kepada yang lainnya.*

137.

Sesungguhnya tubuh yang telah ditinggal oleh rohnya, tidak lagi memiliki kegunaan bagi yang lainnya, menyadari akan hal ini kenapa kita masih memelihara tubuh ini dengan cara membunuh makhluk-makhluk lainnya.

138.

Badan wadag yang telah mati akan menjadi abu, santapan ulat-ulat, atau hanya menjadi bangkai busuk yang dijauhi orang, menyadari hal ini kenapa manusia masih memelihara tubuhnya dengan cara membunuh lalu memakan bangkai-bangkai makhluk lainnya.
139.

Singkat kata usahakanlah kesejahteraan makhluk hidup itu, segala perkerjaan anda akan menjadi tanpa guna jika melalaikan kesejahteraan makhluk lainnya, meskipun anda melakukan pekerjaan berat atau ringan usahakanlah selalu kesejahteraan bagi yang lainnya.

140.

Seekor kijang beranak satu dua, sedangkan srigala beranak enam bahkan hingga tujuh ekor. Anak kijang memiliki peluang hidup lebih besar karena jarang yang mati, sedangkan anak srigala seiring waktu akan banyak yang mati. Demikian juga manusia, mereka yang memakan makanan dengan cara tidak membunuh makhluk lain berpeluang hidup lebih panjang dibanding mereka yang membunuh makhluk hidup untuk makanannya.

141.

Orang yang memperoleh kesejahteraan lahir batin adalah mereka yang tidak menyakiti makhluk lain, tidak menyiksa dan tidak membunuh. *Mereka yang ingin memperoleh kesenangan lahir batin hendaknya selalu berusaha memberi kesenangan bagi makhluk-makhluk lainnya.

142.
Orang yang tidak menyakiti, menyiksa, dan membunuh makhluk lain, segala sesuatu yang dicita-citakannya, segala sesuatu yang menjadi tujuan hidupnya, keinginan dan kehendaknya, akan dapat dengan mudah tercapai tanpa diikuti penderitaan.

143.
Jika ingin terlahir menjadi manusia rupawan, tanpa cacat, umur panjang, memperoleh kepandaian, keberanian, kesaktian, atau pengetahuan utama, janganlah menyiksa dan membunuh makhluk hidup lain.

144.
Orang yang melindungi makhluk hidup dari rasa takut, penyiksaan, dan kematian; mereka yang senantiasa berbelas kasih pada makhluk hidup akan mendapat balasan keselamatan dari segenap makhluk hidup disemesta ini, baik keselamatan di alam fana maupun di alam akherat nantinya.

145.
Memberi makanan kepada makhluk tentulah lebih rendah nilainya dibanding memberikan kasih sayang dan kebebasan hidup kepadanya.

146.
Kehidupan jauh lebih berharga dibanding apapun, maka dari itu hargailah hidup segala makhluk dengan mengasihi mereka, hendaknya manusia menghargai makhluk lain seperti ia menghargai dirinya.

147.
Mereka yang tidak dirasuki kemarahan, teguh pada kebenaran, tidak membunuh, tidak berbuat jahat, selalu berkelakuan suci; mereka yang seperti ini akan berumur panjang dikehidupan sekarang pun kelak dikelahiran berikutnya.

148.
Mereka yang kejam dan bengis pada makhluk lain akan berumur pendek, dan kelak dikehidupan berikutnya mereka akan lahir sebagai manusia berpenyakitan atau menjadi penyandang cacat.

Daksina Lambang Penghormatan dan Lambang Bhuana Agung

15 Selasa Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

​
Daksina Lambang Penghormatan dan Lambang Bhuana Agung Stana Hyang Tunggal dan juga Hyang Tunggal itu Sendiri
Kalau kita menelusiri arti leksikal serta etimologi kata Daksina di kamus Hindu, maka Dakshina biasanya diartikan mempersembahkan “Daksa” yang berarti berarti “mampu”. Dakshina berarti apa yang diberikan atau dipersembahkan secara tulus dari kemampuan seseorang. Dilihat dari sisi Etimologi, Kata Dakshina dimulai dengan suku kata ‘Da,’ dimana di dalam Purana diceritakan saat Prajapathi akan memberikan bija mantra kepada tiga set anak (devata, asura, dan manusia biasa). Tidak hanya ketiga anak-anaknya, tetapi juga para muridnya. Pada tahap penyelesaian studi, seperti biasanya Guru-Sisya, para sisya memohon pada Guru untuk mantra membimbing. Prajapati tersenyum dan meminta setiap anak dan muridnya mendekatinya secara terpisah. Ke telinga masing-masing ia mengucapkan suku kata ‘Da’. Karena kualitas yang berbeda, masing-masing mendengar sesuatu yang berbeda untuk bija mantra tersebut. 
yang devata mendengar “DA” berarti penahanan (menahan diri)

Manusia biasa mendengar “Daan” yang berarti untuk memberikan/persembahan sebagai rasa hormat

dan asura mendengar “Daya” yang berarti kasih sayang

Dakshina juga merupkan Dewinya Weda, Shaktinya Weda, yang melambangkan diskriminasi. Diskriminasi adalah salah satu paham Kebenaran, Kesadaran, dan kemampuan untuk membedakan antara kebenaran dan kepalsuan.
Dakshinamurty, adalah bentuk (murti)nya Siva, disebut demikian karena Dia memberikan pengetahuan tentang Kebenaran tanpa cela, dan kemampuan untuk membedakan maya dari yang nyata. 

Kata dhaksina (di bali : Daksina) kalau di dalam kamus Sanskerta Inggris oleh Arthur Anthony Macdonall, berarti “tangan kanan, selatan, pemberian, upah upacara. Hadiah dan yang sejenis dengan itu berarti sesuatu yang diwujudkan sebagai shakti upacara yadnya, atau Yadnya Patni. Dari pemahaman bahasa sanskerta yang berarti pemberian dengan tangan kanan inilah makanya tradisi Hindu di Bali memaknai pemberian secara terhormat itu bila diberikan dengan tangan kanan. Di Bali, bila sebuah upacara yadnya tanpa Daksina untuk Pandita pemimpin upacara, maka upacara tersebut bukan menjadi milik penyelenggara upacara (Sang Yajamana) melainkan menjadi milik sang pandita.
Kita di Bali lebih memaknai Dhaksina sebagai penghormatan, dan juga sebagai Siwamurti (bentuk siwa) yang diejawantahkan berupa simbol-simbol Banten.
Dalam Penyelenggaraan upacara Yajna di Bali, hampir tidak ada upacara Hindu yang tidak menggunakan Banten Daksina. Di dalam Lontar Parimbon bebanten ada disebutkan bahwa upacara tidak akan sukses apabila tidak menggunakan Daksina. Dalam lontar tersebut Daksina itu disebutkan sebagai “Yadnya patni”. Yadnya Patni artinya daksina sebagai shaktinya suatu upacara. Shakti dalam bahasa Sanskerta adalah kekuatan. Dengan demikian salah satu kekuatan suatu yajna terletak pada dhaksinanya. Lebih lanjut disebutkan dalam primbon bebanten, bahwa di saat pemujaan bila tidak menggunakan Daksina akan merusak indria, bisa berakibat buta atau tuli dll, dan juga bisa menghilangkan seluruh yasa dan kerti (jasa dan usaha). Kalau hanya menggunakan Daksina tanpa yang lain juga tidak baik, daksina ini jarang sekali berdiri sendiri, pasti ada banten pengiring yang mengikuti, minimal canang pada saat dia berfungsi sebagai lingga Hyang Siwa di pelinggih atau di pelangkiran.
Daksina merupakan tapakan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa , dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan perwujudan-Nya. Daksina mempunyai beberapa fungsi atau tujuan yaitu sebagai berikut:

• Permohonan kehadapan Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugrahaNya sehingga mendapat keselamatan.

• Sebagai persembahan atau tanda terima kasih yang dalam “Yadnya Patni”, disebutkan daksina selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.

• Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkanHyang Guru / Hyang Tunggal
Unsur-Unsur Daksina

Dalam daksina dibuat dari berbagai unsur yang mempunya maknanya masing-masing baik sebagai lambang perwujudan Hyang Tunggal ataupun sebagai Stana Hyang Widi atau Bhuana Agung, yaitu sebagai berikut:

1. Alas bedogan/srembeng/wakul/katung, terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.

2. Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina, terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )

3. Tampak, dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos, dalam tradisi tantra, tapak dara melambangkan Ibu Pertiwi Bapa Akasa. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.

4. Beras, yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)

5. Sirih temple / Porosan dan Kembang: terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan sang Hyang Tri Murti. Juga ada beberapa yang memaknainya sebagai simbol kekuatan Kama untuk manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Semara. Kembang sebagai lambang Niat Suci dan kebersihan hati.

6. Kelapa, adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lambang Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.

7. Telor Itik, dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu)
8. Pisang, Tebu dan Kojong, Kalau di india penggunaan susu dan madu, kita di Bali menggantikannya dengan pisang dan tebu sebagai persembahan , namun ada yang mengartikan kalau Pisang dan tebu itu adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Kalau dalam arti daksina sebagai wujud Hyang Tungga maka dalam tetandingan daksina, Pisang melambangkan jari, Tebu belambangkan tulang.

9. Buah Kemiri, adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan)

10. Buah kluwek/Pangi, lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.

11. Gegantusan, merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan kraras/daun pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.

12. Papeselan, terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).

13. Bija ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya, godem (hitam – wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung Biasa (kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).

14. Benang Tukelan, adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambing usus/perut.

15. Uang Kepeng, yang berjumlah 225 kepeng adalah simbol Bhatara Brahma merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 (satak selae) kalau dijumlahkan menjadi angka sembilan, angka suci lambang dewata nawa sanga yang berada di sembilan penjuru Bhuwana Agung. Uang adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah.

16. Sesari, sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)

17. Sampyan Payasan, terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.

18. Sampyan pusung, terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria

19. Canang sari. simbol titik, yaitu Compas, timur, selatan, utar dan pusat manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata. Seperti dijelaskan dalam Lontar Yadnya Pelutaning ,Makna Daksina adalah simbol salam kepada manifestasi Tuhan (Hyang Widhi Wasa ). Daksina juga berarti buah yadnya. Setelah upacara, daksina disajikan kepada pemimpin uacara untuk bersyukur. 

Jenis-jenis Daksina dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Daksina alit.

Isinya adalah satu porsi dari masing- masing unsur, banyak sekali dipergunakan, baik sebagai pelengkap banten yang lain, maupun berdiri sendiri sebagai banten tunggal. 

2. Daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).

Isi daksina dilipatkan dua kali dengan ditambah dua tingkih dan dua pangi. Digunakan pada waktu ada perkawinan dan untuk upacara bayi / membuat peminyak-penyepihan

3. Daksina krepa (Rsi Yajna).

Daksina yang isinya dilipatkan tiga kali. Kegunaannya lebih jarang, kecuali ada penebusan oton / menurut petunjuk rohaniwan atau sesuai petunjuk lontar khusus misalnya guna penebusan oton atau mebaya oton.

4. Daksina gede/pamogpog (upacara besar).
Isinya dilipatkan 5 (lima) kali, juga dilengkapi dengan tetandingan-tetandingan yang lain yaitu:Dasar tempat daksina sebuah sok yang berisi srobong dan pada dasarnya diberi tetampak taledan bundar. Masukkan : 5 x coblong beras, 5 butir kelapa yang di atasnya berisi benang putih tukelan kecil, 5 kojong tampelan letakkan berkeliling, 5 kojong pesel-peselan, 5 kojong gegantusan, 5 kojong tebu, 5 kojong pisang, 1 cepér berisi 5 buah pangi, 5 buah kemiri (tingkih), 1 cepér berisi 5 butir telur bébék, Sampiyannya : basé ambungan (kekojong dari janur berisi basé lembaran dan sampiyan sreyok – lihat gambar sebelah

5. Daksina galahan
Cara Membuat Daksina antara lain :

1. Masukkan Tetampak ke Bedogan, tapak dara ke bedogan . 

2. Masukkan Beras, Silih Asih, Pangi, Gantusan dan Pesel-peselan ke Bedogan .

3. Tempatkan Kelapa di atasnya.

4. Masukkan Adeng, Jinah/uang Bolong, tingkih dan Tetebusan Benang di Kelapa. kelapa tingkih Adeng jinah bolong .

5. Terakhir, tempat Canang Sari di atasnya.

Lebih rincinya dengan segala ceritanya akan kita diskusikan di tulisan berikutnya lagi, semoga bermanfaat.

Sarasamuscaya XIII: Kebenaran

13 Minggu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Sarasamuscaya: Kebenaran
128.

Sesungguhnya racun dan obat itu letaknya berdekatan dan semuanya ada dalam diri. Mereka yang bodoh dan gemar dengan kejahatan akan memperoleh racun, sebaliknya mereka yang teguh pada pelaksanaan kebajikan dan kebenaran niscaya akan memperoleh obat kehidupan/amerta.

129.

Persembahan kurban, amal sedekah, janji berpantang/sumpah batin, semua itu dapat membebaskan orang dari kesengsaraan hidup dan kemalangan; namun semua yang telah disebutkan di atas masih kalah oleh nilai kebajikan dan kebenaran dalam mencerahkan batin.

130.

Diantara kelahiran, mereka yang mengabdikan dirinya pada kebenaran adalah yang utama; diantara yang bersinar mataharilah yang paling terang; dalam anggota badan kepalalah yang paling utama; jika dalam perbuatan, pelaksanaan kebajikan yang berlandaskan pada kebenaran itulah yang mengatasi semuanya.

131.

Orang yang tidak menepati janji hingga membuat orang lain bersedih hati sungguhnya tidak memiliki ketakutan akan siksa neraka, hendaknya janganlah mengobral janji jika tidak yakin dapat menepatinya.

132.

Ucapkanlah selalu kata-kata yang mengandung kebenaran, jangan mengucapkan kata-kata yang dapat melukai hati orang dan jangan mengumpat. Ucapkanlah selalu kata-kata yang bermanfaat, jangan mengucapkan kata-kata kasar, jangan kata-kata yang dipengaruhi oleh kemarahan, jangan kata-kata egois, jangan kata fitnahan, dan janganlah mengucapkan kata-kata yang bermakna jahat lainnya.

133.

Mereka yang cinta kebenaran tidak akan pernah berbohong, mereka akan selalu dengan jujur menyampaikan apa yang diketahuinya, orang seperti inilah disebut mencintai kebenaran.

134.
Sesungguhnya kebenaran itu tidak selalu berada pada perkataan benar dan kesaksian jujur, jika ada orang yang berkata benar dan jujur namun menyebabkan kesengsaraan dan kematian makhluk hidup, perkataan seperti ini bohong namanya. Apabila ada orang yang berkata tidak benar dan tidak jujur demi menyelamatkan makhluk hidup dari kesengsaraan dan kematian, sesungguhnya mereka ini dikatagorikan sebagai orang bijaksana yang berkata benar dan jujur.

135.
Usahakanlah selalu kesejahteraan makhluk hidup di semesta ini, karena hanya dengan tetap terpeliharanya kesejahteraan dan kelangsungan hidup mereka itulah keberadaan dan keterjagaan semesta ini tetap terjamin.

Sarasamuscaya XII: Perkataan

09 Rabu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Sarasamuscaya.

Perkataan/ Berbahasa

117.
Ada dua hal yang membuat orang menjadi terpuji, petama tidak mengucapkan kata-kata kasar; kedua tidak berpikir untuk melakukan perbuatan jahat.

118.
Hendaknya perkataan selalu terarah pada sesuatu yang membawa kebaikan, namun hendaknya janganlah disesumbarkan atau dibicarakan secara berlebih-lebihan dengan maksud pamer, sebab pikiran baik jika dibicarakan dengan cara gembar-gembor dan berlebih-lebihan dapat menimbukan perasaan benci dari orang yang mendengarkannya.

119.
Jika perkataan itu muncul dari pikiran yang baik, dan cara pengungkapkannya juga dengan cara yang baik, maka kesenangan itu pasti dapat diperoleh. Sebaliknya meskipun maksudnya baik namun salah cara mengungkapkannya, tentulah akan menimbulkan duka nestapa bagi yang mendengarkannya.

120.
Perkataan yang tidak baik bagaikan anak panah yang dilepaskan dari busurnya, ia dapat melukai dan menembus hati orang yang mendengarkan, oleh karenanya kuasailah diri dengan mengendalikan kata dan bahasa.

121.
Demikian kuatnya efek dari perkataan, ia dapat menyakiti orang hingga kesumsumnya, oleh karena itu mereka yang bajik dan benar akan menghindar dari perkataan menghujat, mengecam, dan kata-kata jahat lainnya.

122.
Hutan yang semua pohonnya ditebang dapat tumbuh kembali dengan cepat, namun hati yang telah disakiti oleh perkataan, tersiksa dalam jangka waktu yang sangat lama.

123.
Janganlah menghina dan mencerca orang-orang yang cacat fisiknya, mereka yang buta huruf, orang yang hidup dalam kesengsaraan, orang sakit, orang yang tercela dan hina, orang yang tertimpa kecelakaan, orang miskin, orang bodoh; demikian juga janganlah mencela orang yang penakut, orang yang terkena aib ataupun yang diaibkan, janganlah kamu menghina makhluk-makhluk yang ada disemesta ini, sekalipun yang dianggap menjijikkan.

124.
Oleh karena itu, orang bijaksana yang berpegangteguh pada kebajikan dan kebenaran, tidak akan mencaci, tidak memfitnah, tidak mencela dan tidak berkata bohong. Manusia hendaknya selalu mempergiat dirinya dalam mengendalikan ucapannya dan selalu menjaga agar orang lain tidak terluka oleh ucapannya.

125.
Mereka yang memuji-muji orang tatkala berhadapan namun mencelanya dibelakang, mereka yang seperti ini adalah manusia behati keji dan akan dijauhkan dari kebahagiaan di dunia maupun di akherat.

Sarasamuscaya XI: Dunia Akhirat

06 Minggu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Sarasamuscaya
*Dunia Akhirat*

110.

Hendaknya manusia yang bijaksana meninggalkan perasaan tidak percaya ataupun ragu-ragu akan adanya alam akherat, karma dari perbuatan, sikap mencela kitab suci dan keesaan Tuhan; demikian juga hendaknya mereka menjauhkan diri dari sifat iri hati, suka dipuji, amarah, dan segala tindakan kejam dan jahat lainnya.

111.

Meskipun anda masih ragu akan adanya alam akherat dan karma (buah) dari perbuatan, hendaknya jauhkan diri dari perilaku jahat; meskipun anda tidak percaya pada kitab suci dan nabi, teruslah berbuat baik dan bajik; sebab mereka yang dinyatakan sengsara adalah orang yang tanpa keyakinan sekaligus tanpa perbuatan bajik dan benar.
112.

Walaupun orang tidak bisa melihat langsung alam akherat, orang yang teguh keyakinannya akan kebenaran agama, pasti dapat merasakan alam itu dalam hati dan keyakinannya.

113.

Orang yang tidak meyakini wahyu Tuhan dalam kitab suci dan tidak taat pada aturan etika yang berlaku, dapat dipastikan mereka akan memperoleh kesengsaraan hidup yang berulang-ulang.

 

114.

Apabila ada orang yang tanpa kepercayaan, tanpa kebenaran, dan tanpa perasaan welas asih; apabila anda disambut oleh mereka hendaknya jangan pernah anda lengah, sebab mereka itu sama berbahayanya dengan angin deras ditepian sungai yang tanpa disangka dapat menceburkan anda, bagaikan debu yang berterbangan tertiup angin, penuh dengan kotoran.

115.

Sesungguhnya mereka yang tanpa kepercayan, tanpa perbuatan baik, dan tanpa kasih sayang berkeadaan sama dengan orang yang telah mati.

116.

Orang yang tidak percaya pada keesaan Tuhan, wahyu kitab Suci, dan keberadaan orang suci; mereka sesungguhnya hanyalah memelihara fisiknya belaka, mereka sibuk menumpuk harta kekayaan dengan cara jahat, mereka diperbudak oleh kesenangan-kesenangan duniawi tanpa hirau akan hari esok dan kebahagiaan orang lain. mereka ini sungguh mengabaikan kepuasan bagi rohaninya.

Sarasamuscaya X: Kemarahan

05 Sabtu Nov 2016

Posted by bogi in Dharma

≈ Tinggalkan komentar

Sarasamuscaya.

Kemarahan

96.
Meskipun seseorang selalu menang dalam pertempuran, selalu mengalahkan musuh-musuhnya, jika ia tetap terkungkung dalam watak pemarahnya dan sering mengumbar amarahnya pada orang lain, mereka akan selalu kedatangan musuh-musuh baru; sedangkan bagi yang mampu mengekang nafsu amarahnya, tidak akan pernah ada musuh dalam hidupnya.

97.
Minuman keras hanya diijinkan bagi orang yang benar-benar telah mampu menguasai indra-indranya, sedangkan bagi orang yang belum mampu untuk menguasai indranya, minuman seperti ini dilarang untuk di konsumsi. Kemarahan hendaknya anda minum, anda kuasai dan anda tundukkan, hingga dari itu kesabaran hati pasti anda dapatkan.

98.
Seseorang yang berpikir bahwa mahluk-mahluk di semesta ini adalah bagian dari dirinya, yang berpikir bahwa orang lain adalah juga dirinya, mereka yang seperti ini tidak akan perah menjadi manusia egois, mereka menjadi kasih terhadap sekalian semesta raya; hanya orang seperti ini sajalah yang mampu memperoleh kesenangan dan kepuasan yang hakiki.

99.
Seseorang yang selalu menganggap orang lain sebagai musuh dan selalu menganggap makhluk-makhluk lain sebagai ancaman bagi hidupnya; orang yang seperti ini tidak akan pernah memperoleh kesenangan apalagi kepuasan. Hidup mereka selalu was-was, selalu resah dan selalu merasa terancam walaupun telah berdiam di kamar baja dan dijaga ribuan prajurit.

100.
Orang yang sulit tidur (insomnia) adalah mereka yang sedang sakit, mereka yang ketakutan, mereka yang dibenci, mereka yang sedang memikirkan pekerjaannya, dan mereka yang sedang dimabuk asmara serta mereka yang sedang nafsu birahi.

101.
Orang yang dapat menguasai kemarahannya berstatus lebih utama dari orang yang pemarah, mekipun sipemarah itu kaya raya sedangkan si penguasa amarah hidup dalam kemiskinan harta. Orang yang penyabar jauh lebih baik dari orang yang tidak sabaran walaupun mereka ini memiliki kekuasaan. Penjelmaan menjadi manusia lebih utama dari mahluk apapun di bumi ini walaupun makhluk-makhluk ini lebih kuat fisik dan tenaganya; demikian juga mereka yang berhasil menyucikan dirinya lahir batin jauh lebih utama dari manusia manapun walau mereka lebih kaya, lebih berkuasa, lebih wibawa, lebih dihormati dll.

102.
Ketahuilah bahwa orang yang dikuasai oleh kemarahan dan angkara murka apapun yang dipersembahkannya, apapun yang disumbang dan disedekahkannya, apapun jenis puasa dan pantangan yang dilakukannya, apapun yang dikurbankannya, semua itu menjadi tanpa pahala, mereka hanya mendapatkan rasa lelah dan kepayahan, oleh karenanya kuasailah kemarahan dan nafsu angkara itu.

103.
Teguhlah dalam penyucian jiwa. Angkara murka dilenyapkan dengan menyucikan hati, kedengkian dilenyapkan dengan kebahagiaan, pengetahuan suci akan membinasakan ego, selanjutnya jagalah pikiran, perkataan dan perbuatan dengan selalu mawas diri.

104.
Tiada bedanya kemarahan itu dengan kematian, demikian juga cinta buta itu sekeruh sungai yang dipenuhi kotoran dan bangkai, namun pengetahuan suci bagaikan kantung ajaib yang dapat menyediakan apapun keperluan dan keinginan dari pemiliknya.

105.
Mereka yang sedang diliputi oleh kemarahan dan dikuasai oleh nafsu angkaranya dapat dipastikan akan melakukan perbuatan jahat, mereka yang dibutakan oleh amarah dan angkara dapat menghujat orang suci, bahkan sampai membunuh ayah, ibu, anak dan orang-orang dekatnya.

106.
Mereka yang sedang dikuasai oleh angkara murka akan lupa dengan etika berbahasa, hingga perkataan yang kasar, jorok, tabu, dll akan dilontarkannya, demikian juga mereka akan melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang dan menyalahi kebajikan pun kebenaran.

107.
Kemarahan dan nafsu angkara adalah musuh yang sesungguhnya berada dalam diri kita, jika ada orang yang dapat menghilangkan kemarahan dan angkaranya, pastilah mereka itu akan dimuliakan dibumi dan di akherat.

108.
Maka dari itu, mulai saat ini juga, hendaknya manusia benar-benar berusaha dengan sekuat tenaganya untuk menghilangkan kemarahan dan nafsu angkaranya, kasihlah dengan sesama manusia dan segenap isi semesta ini.

109.
Mereka yang selalu teguh dan sabar dalam melakukan dan mengamalkan kebajikan dan kebenaran, mereka yang dapat menghilangkan kemarahan dan nafsu angkaranya, niscaya akan memiliki nama harum di bumi dan di alam surga.

← Older posts
Newer posts →

Berlangganan

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)

Arsip

  • Februari 2022
  • Juli 2021
  • Mei 2021
  • Maret 2021
  • Januari 2021
  • Desember 2020
  • Juni 2020
  • April 2020
  • Februari 2020
  • Oktober 2019
  • Maret 2019
  • Februari 2019
  • Januari 2019
  • November 2018
  • Oktober 2018
  • Agustus 2018
  • Juni 2018
  • Maret 2018
  • Februari 2018
  • Desember 2017
  • November 2017
  • Oktober 2017
  • September 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • Juni 2017
  • Mei 2017
  • April 2017
  • Maret 2017
  • Februari 2017
  • Januari 2017
  • Desember 2016
  • November 2016
  • Oktober 2016
  • September 2016
  • Agustus 2016
  • Mei 2016
  • April 2016
  • Januari 2016
  • Desember 2015
  • November 2015
  • November 2014
  • Oktober 2014
  • September 2014
  • Agustus 2014
  • Juni 2013
  • Mei 2013
  • April 2013
  • Februari 2013
  • Januari 2013
  • November 2012
  • Maret 2012
  • November 2011
  • Oktober 2011
  • Agustus 2011
  • Juli 2011
  • Juni 2011

Kategori

  • Dharma
  • Materi Ajar
    • Artificial Intelligence
    • IT audit
    • microprocessor
    • Multimedia System
  • Seputar IT
    • FreeBSD
    • OSS
  • sosialita
  • Teknologi
  • Uncategorized

Meta

  • Daftar
  • Masuk

Blog di WordPress.com.

  • Ikuti Mengikuti
    • kn-OWL-edge
    • Bergabunglah dengan 68 pengikut lainnya
    • Sudah punya akun WordPress.com? Login sekarang.
    • kn-OWL-edge
    • Sesuaikan
    • Ikuti Mengikuti
    • Daftar
    • Masuk
    • Laporkan isi ini
    • Lihat situs dalam Pembaca
    • Kelola langganan
    • Ciutkan bilah ini
 

Memuat Komentar...