Web Server = FreeBSD 11.3 + Apache 2.4 + PHP 7.3 + MySQL 5.7

Tag

, , , ,

It Works! - FreeBSD 11.3 + Apache 2.4 + PHP 7.3 + MySQL 5.7

Web Server berbasis Apache 2.4, PHP 7.3, dan MySQL 3.7 di atas FreeBSD 11.3

Pingin bikin web server dengan Apache 2.4 + PHP 7.3 + MySQL 5.7 di atas FreeBSD 11.3? Tutorial ini membahas kembali cara instalasinya karena ternyata banyak yg berbeda dibandingkan dokumen lama yg pernah saya bikin 15 tahun yg lalu  😀

Minggu lalu anak saya yg kelas 8 dapat tugas bikin website sederhana dengan PHP, nyoba2 semua VM ternyata nda ada yg ready untuk web server. Akhirnya pinjam server production di cloud buat anak bisa nyoba script PHP-nya. Setelah tugasnya selesai, akhirnya malahan saya yg tergoda untuk mencoba membangun web server di VM.

Perjalanan saya mulai dengan mendownload FreeBSD,  dilihat2 untuk level production yg tersedia adalah versi 11.3, jadi lah saya download yg versi tersebut. Install di VM VirtualBox,  selesai dalam waktu sekitar 8 menit. Setting rc.conf untuk konfigurasi sistem (spt DHCP, SSH Daemon, dan disable Sendmail), maka server sudah siap.

Selanjutnya install Apache untuk bisa menjadi web server.

# cd /usr/ports/www/apache24
# make install clean

Instalasi cukup cepat, hanya sekitar 10 menit. Setelah selesai instalasinya, jangan lupa setting rc.conf dengan menambahkan baris berikut:

apache24_enable=”YES”

Lanjut ke instalasi MySQL untuk bisa menyimpan database.

# cd /usr/ports/databases/mysql57-server
# make install clean

Setelah selesai instalasi (lumayan lebih lama, sekitar 30 menit), jangan lupa setting rc.conf dengan menambahkan baris berikut:

mysql_enable=”YES”

Kalau dulu dg step spt ini semuanya sudah beres, tapi ternyata sekarang ada masalah. Ternyata, entah kenapa, ada password default yg dipasang oleh installer, sehingga saya tidak bisa masuk ke mysql server karena diminta password (padahal saya belum memasukkan password). Browsing2, akhirnya ketemu caranya:

# service mysql-server stop
# mysqld –skip-grant-tables
# mysql -u root
mysql> use mysql;
mysql> update user set authentication_string = password(‘newPassword’) where user=’root’;
mysql> flush privileges;
mysql> exit
# mysqladmin -p password ‘newPassword’

Masalah ini yang lumayan bikin lama, karena mencari website yg tepat lumayan susah. Untung lah ketemu di forum-nya FreeBSD.

Sekarang lanjut ke instalasi PHP.

# cd /usr/ports/lang/php73
# make install clean
# cd /usr/ports/lang/php73-extensions
# make install clean

Instalasi PHP lumayan lama, sekitar 6 jam. Bukan instalasinya sih yg lama, tapi tiap kali mau install, ada dialog yg muncul untuk menunggu pilihan kita [OK] atau mau ada yg diubah modul2 yg ingin diinstall.  😀

Setelah selesai instalasi PHP, yg bikin bingung adalah mengaktifkannya di Apache. Dulu setelah selesai install PHP dan Extensions-nya, tinggal inputkan beberapa baris tambahan di httpd.conf langsung beres:

LoadModule php7_module libexec/apache24/libphp7.so
<IfModule dir_module>
DirectoryIndex index.html index.php
</IfModule>
AddType application/x-httpd-php .php
AddType application/x-httpd-php-source .phps

Tapi sekarang metode tsb gagal. Katanya dia tidak mengenal API “php7_module”.  😦

Ternyata setelah browsing2 ke FreshPort, ada yg harus saya install lagi

# cd /usr/ports/www/mod_php73
# make install clean

Lanjut ke testing dg script echo:

<html>
<body>
<?php echo “Halo, ini php”; ?>
</body>
</html>

Ternyata script php sudah bisa dijalankan oleh Apache…. yeaaay

Selanjutnya testing PHP ke MySQL. Tapi ini nanti aja, udah kepanjangan buat 1 artikel, nanti dilanjut lagi.

 

Lobster masak saus mentega dan black pepper

Tag

, , ,

Pingin ngerasain lobster masak saus mentega? Ditambah remukan biji lada hitam? Dengan harga murah?

Minggu lalu dikontak teman kerja yg sudah resign dan pulang ke rumah untuk melanjutkan usaha keluarga. Dia menawarkan lobster hasil dari nelayan lokal di delat rumahnya. Awalnya tergiur mendengar kata lobster, apalagi harganya yg murah. Hanya 75rb per kilo 🤩

Price List Lobster, harga bisa berubah tergantung cuaca yg mempengaruhi hasil tangkapan nelayan

Pesan 1 kilo trus bingung, gimana caranya masak ya? 😅

Cari2 di Internet, sptnya mudah.

Pertama2 lobsternya dibersihkan (dibilas air bersih yg banyak, karena masih banyak pasirnya). Trus rebus sebentar dg bawang putih dan garam sampai lobsternya berwarna kemerahan.

Setelah itu bisa dimasak bumbu padang, bumbu singapore, atau saos mentega + black pepper. Saya masak yg saos mentega + black pepper, dan hasilnya luar biasa lezat;

Lobster saos mentega + black pepper

Yuk, sejahterakan petani dan nelayan lokal 😍

Mengajar Mahasiswa Singapore di Korea

Tag

, ,

Bulan Juli 2019 mendapat kesempatan mengajar di Hanyang University, Korea, dalam program Summer School-nya. Namun, meskipun ngajarnya di Korea, ternyata hanya ada 1 mahasiswi yg asli Korea, itu pun kuliahnya di Singapore. Jadi lokasi ngajar di Korea tapi seperti mengajar di Singapore  🙂

Ada banyak inovasi yang saya gunakan saat mengajar di Summer School ini, salah satunya adalah menggunakan aplikasi online bernama Socrative. Aplikasi ini membantu untuk mengevaluasi pemahaman mahasiswa dalam bentuk quiz secara online, dan saya gunakan di setiap pertemuan untuk “memaksa” mahasiswa selalu fokus mendengarkan karena di akhir kelas akan ada quiz yg berbobot 40% dari total nilai akhir.

Banyak hal berkesan yang diperoleh selama mengajar 1 bulan di program Summer School tersebut. Dengan mengajar 2 kelas di program tersebut, C++ Programming dan Microprocessor and IoT, meskipun mayoritas mahasiswanya berasal dari kampus yg sama NUS dan NTU, tapi ternyata karakternya lumayan berbeda.

Pada kelas C++ Programming, mahasiswanya ternyata sebagian besar bukan berasal dari engineering, sehingga cukup menantang untuk diskusi topik ini dengan mahasiswa kimia dan farmasi. Sementara ada beberapa yg memang engineering. Sehingga sangat terasa gap-nya, saat mengajar basic sedikit kelamaan, yg engineering protes, tapi saat mulai berlatih dengan membangun database online, yg non-engineering yg protes  😀

Sementara untuk kelas Microprocessor and IoT, semua peserta berasal dari engineering, sehingga diskusi berjalan dengan lancar, bahkan terkadang terlalu lancar 😀

 

Dan ternyata memang terlihat dari hasil feedback mahasiwa, untuk kelas Microprocessor and IoT, sebagian besar merasa sangat puas dengan materi ajarnya, namun sebaliknya untuk kelas C++ Programming, sebagian besar merasa kecewa dengan materi ajarnya 😀

Next mudah2an saat mengajar di kelas berikutnya saya bisa lebih mampu menjembatani gap tersebut.

 

Ambil yang Kau Butuhkan, Habiskan yang Kau Ambil

Tag

, ,

Sejak kecil saya sudah nda punya Bapak, jadi otomatis Ibu yang membesarkan saya. Setiap malam, kami dibiasakan untuk makan malam bersama, duduk di meja dan menyantap apa pun makanan yang disajikan, tidak boleh mengeluh. Selain itu, setiap orang di keluarga, harus mengambil sendiri nasi dari tempatnya sesuai porsinya masing-masing, dan wajib menghabiskan sejumlah yang diambil tersebut. Kalau ada yg belum habis, maka seluruh anggota keluarga harus menunggu sampai semua piring makan bersih.

Setelah selesai santap malam, seluruh peralatan makan dibereskan. Ada yang bertugas membersihkan peralatan makan, ada yg bertugas menyimpan lauk yang belum habis di lemari, dan ada yg bertugas membersihkan meja makan. Kemudian ritual dilanjutkan dengan belajar bersama, tetap di meja makan (soalnya cuma ada 1 meja di rumah). Meskipun apa yg dipelajari berbeda2, tapi tetap belajarnya di 1 meja. Dulu ritual ini bisa terjaga, karena belum ada Internet, belum ada gadget, dan acara TV juga membosankan.

Setelah beberapa puluh tahun, saya baru menyadari kalau ada pelajaran bagus yang sebenarnya diajarkan oleh Ibu tentang ritual mengambil nasi ini. Yaitu:

 Ambil lah sesuai yang kau butuhkan, dan habiskan apa yang telah kau ambil

Nda tau juga berasal dari mana budaya yang Ibu ajarkan ini, mungkin budaya Jawa karena Ibu saya berasal dari Jawa. Tapi budaya ini ternyata membekas dalam sikap saya setelah bekerja. Seperti misalnya setiap kali melaksanakan perjalanan dinas, saya hanya mengambil uang PD (perjalanan dinas), semacam uang saku, sesuai yang saya gunakan selama perjalanan. Sisanya selalu saya kembalikan.

Hanya saja, masalahnya kantor tentunya tidak bisa menerima sisa uang PD tsb, karena tidak ada akun anggaran sebagai penerimaan tersebut. Jadi biasanya uang sisa tsb saya kumpulkan, dan saat ada staf saya yang berulang tahun atau ada syukuran, uang sisa tsb bisa digunakan untuk mentraktir seluruh staf di unit saya.

Sepertinya budaya ini bagus untuk tetap dilestarikan sejak masih kanak2, yaitu dibiasakan bertanggung jawab untuk memilih porsi makan masing2 dan bertanggung jawab untuk menghabiskannya.

Selamat beristirahat 🙂

Semangat Korea

Tag

, , , ,

gate of kumoh

gerbang masuk Kumoh National Institute of Technology

Seminggu kemarin mendapat kesempatan berkunjung ke KIT, Kumoh National Institute of Technology. di Gumi, Korea Selatan. Kampusnya sangat rapi dipenuhi dengan pohon cherry dan cemara dengan arsitektur bangunannya mirip dengan kampus2 di US, kotak dan desain bata-nya untuk memberi corak khas. Desain gedung-nya pun seperti sudah direncanakan sejak awal, tidak ada kabel listrik dan jaringan yang malang melintang, pendingin dan pemanas sudah terpasang rapi di langit2 ruangan. Mahasiswa pasca juga disediakan perangkat kerja yang sangat bagus dan lengkap.

Sayangnya saya belum sempat melihat festival cherry blossom yg katanya sekitar akhir Maret – awal April. Tapi sudah ada beberapa pohon cherry yg bunganya sudah mekar. Sepertinya memang akan bagus banget kalau seluruh kampus dihiasi dengan bunga cherry.

cherry blossom

bunga cherry yang telah mekar

cherry pathway kumoh

jalan setapak yg dihiasi pohon cherry

Di KIT dikenal istilah Department dan School yang ternyata posisinya setara. School membawahi beberapa major yang masih dalam kelompok keahlian, sementara Department membawahi 1 major saja yg biasanya major baru hasil gabungan dari beberapa major yg telah ada, sehingga jauh lebih fokus (atau mungkin justru melebar?). Sebagai contoh, School of Electronics Engineering membawahi beberapa major, sementara Department of ICT Convergence membawahi 1 major yaitu ICT Convergence, namun bidang keahlian yang dibahas sebenarnya gabungan dari beberapa major, spt biomedic, AI, electronics, robotics, IoT, dll.

School dan Department diketuai oleh seorang Dean (Dekan) yang sepertinya semuanya adalah profesor. Dan yg menarik juga, IO (International Office) juga diketuai oleh seorang Dean. Di sana, Associate Professor juga menggunakan title “Professor” di kartu namanya.

Kebetulan saya berinteraksi dengan School of Electronics Engineering, jadi saya lebih banyak bermain di Digital Building dan Techno Building. Apalagi tujuan saya ke sana adalah untuk mengantar mahasiswa yang mengikuti program student exchange selama 1 semester. Oiya, semesteran di sana ternyata hanya 4 bulan, yaitu Maret-Juni dan September-Desember. Biasanya mereka juga menyelenggarakan Summer School dan Winter School untuk mahasiswa international.

Yang menarik dari para profesor yang saya ajak interaksi adalah mereka sangat ramah dan open minded untuk menerima ide2 dari luar. Bahkan penjual di convenient store dan warung2 makan juga sangat ramah, tersenyum pada customer dan menanyakan apa yg bisa mereka bantu. Berbeda dengan di Singapore yg penjualnya jarang tersenyum dan jika customer bertanya2 mereka malahan jadi cemberut, mungkin inginnya “choose, pay, and next customer please” aja  🙂

Selain ramah, mereka juga memiliki kesamaan dengan Singapore, yaitu sangat bangga dengan kebangsaannya. Mereka bangga menjadi bangsa Korea, bangga telah berhasil membawa Korea menjadi negara yg kuat ekonomi dan budayanya. Bangga, sehingga mereka hanya mau menggunakan produk buatan Korea.

Bagaimana dengan kita?
Apakah kita sudah bangga menjadi bangsa Indonesia?

Mind Shaming, Upaya Merendahkan Ide Orang Lain

Tag

,

Selama ini istilah body shaming lebih terkenal dibandingkan mind shaming, padahal dalam berbagai kasus, mind shaming memberikan efek yang lebih negatif. Kenapa? Karena jika kita merasa rendah diri karena di-body shaming-kan, kita masih bisa memperbaikinya dengan pengaturan, perawatan, dan olahraga. Namun untuk kasus mind shaming, jika kita merasa rendah diri karena ide2 kita diremehkan, maka sangat sedikit yg bisa kita lakukan untuk mengubahnya.

Memang keduanya bersumber dari orang lain (bukan dari diri sendiri), dan kita tidak bisa mengubah pandangan orang lain terhadap kita, jadi sebenarnya terserah kita apakah kita mau menerima shaming tsb dan mengubah diri kita sesuai “arahan” shaming, atau tetap tersenyum dan menganggap pendapat orang lain tsb sbg angin lalu.

Nah, terkait mind shaming, saya masih sering melihat para pimpinan yang meremehkan ide2 yg dilontarkan oleh mereka yg levelnya di bawahnya. Tapi saat ide tsh di-rephrase oleh pimpinan yg lain atau atasan mereka, ide tsb langsung disambut dgn gegap gempita. Tentunya hal ini akan membuat iklim kerja yg tidak kondusif, padahal salah satu peran pokok pimpinan adalah membangun iklim kerja yg kondusif.

Di salah satu BUMN, semangat untuk mendengarkan ide2 dari semua pihak sudah mulai ditumbuhkan, dengan harapan hal spt ini bisa menjadi budaya kerja. Beberapa caranya adalah dengan memberikan media bagi inovasi dan ide, menilainya, dan memastikan inovasi dan ide terbaik mendapatkan penghargaan. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan, spt misalnya mencampuradukkan antara definisi inovasi dengan ide, namun hal ini patut dihargai.

Sementara di perguruan tinggi, dosen memiliki 2 keunggulan dibandingkan mahasiswa, yaitu (1) intellectual authority di mana mahasiswa menganggap dosen adalah expert yg lebih tahu dari mereka, dan (2) practical authority di mana mahasiswa menganggap dosen berkuasa terhadap keputusan untuk meluluskan mereka atau tidak. Kedua hal ini sedikit tidak menyebabkan dosen akan terbuka untuk melakukan mind shaming terhadap ide2 yg dilontarkan mahasiswanya.

Sayangnya aspek ini belum atau jarang menjadi penilaian feedback dari mahasiswa kepada dosennya. Biasanya yg ditanyakan kepada mahasiswa adalah “apakah dosen menguasai materi?”, “apakah dosen datang tepat waktu?”, dan “apakah dosen memberikan materi sesuai silabus?”

Mudah2an kedepannya akan ada penilaian dari mahasiswa:
Apakah dosen terbuka untuk menerima ide anda?
Apakah dosen bisa membuat ide/pertanyaan anda menjadi diskusi yg menarik?

Sebuah tulisan yg menarik:
https://chroniclevitae.com/news/2163-what-is-indoctrination-and-how-do-we-avoid-it-in-class?cid=VTEVPMSED1

Apakah Indonesia bisa seperti Singapura?

Tag

, , ,

Bulan Februari ada Imlek, ingin melihat bagaimana Singapura merayakan Imlek. Akhirnya diputuskan pergi liburan ke sana pas tanggal 2 Februari dan balik tgl 5 Februari pas hari Imleknya. Tujuan utamanya memang melihat Imlek, tapi juga sekaligus mengajarkan anak2 jika ingin liburan sendiri ke Singapura. Tapi ternyata datang pas Imlek bukan keputusan yg tepat, karena sedikit sekali hiasan2 Imlek, yg ada hanya warung2 yg justru pada tutup liburan 😀 Perayaannya sendiri ada di weekend setelah Imlek. Jadi selama di sana akhirnya full buat ngajarin anak2 buat bisa liburan mandiri, sekaligus icip2 wisata kuliner.

Ada yg menarik saat anak bertanya: “Pa, kok di sini orang2nya tertib ya? Kota nya juga bersih banget”.

Diskusi pun terjadi, dan kesimpulannya:

Semua tergantung penegakan hukumnya. Karena di Singapura hukum benar2 terlihat dijalankan, orang2 jadi takut melanggar hukum. Melanggar hukum akibatnya adalah denda finansial yg harus mereka bayar, dan itu berarti mengurangi pendapatan mereka yg sudah cukup banyak dipotong untuk pajak. Dan perlahan2 hal ini jadi budaya di mereka.

Apakah kita di Indonesia bisa spt Singapura?

Sepertinya masih jauh, karena menurut saya pondasi untuk memulai disiplin hukum harus dimulai dg rasa bangga terhadap bangsa dan kemudian dilanjutkan dg harga diri yg tinggi sbg bangsa Indonesia. Informasi ini yg saya dapatkan saat mengunjungi museum lilin Madame Tussaud di Sentosa, krn di museum tsb diceritakan sejarah Singapura dari yg miskin tidak memiliki apa pun sampai bisa menjadi negara ketiga yg paling bersih dari korupsi.

Sepertinya hal yg sama juga terdapat pada Korea Selatan. Mereka benar2 bangsa yg sangat bangga dengan negaranya, very proud to be Korean 🙂

Apakah kita sudah bangga menjadi bangsa Indonesia?

Yuk follow “Good News from Indonesia”

Tip dan Trik untuk Sertifikasi Dosen

Tag

, , , ,

Patut diapresiasi inisiatif pemerintah dalam hal mengonline-kan database dosen seluruh Indonesia. Sekarang sudah ada Forlap Dikti untuk media pelaporan seluruh kegiatan perguruan tinggi, dimana kita bisa:

  • mencari status dan statistik perguruan tinggi
  • mencari status dan statistik dosen
  • mencari status dan statistik mahasiswa

Selain itu pemerintah juga telah melakukan sertifikasi terhadap tenaga pengajar dosen, yang dulu hanya menggunakan strata:

  1. Asisten Ahli (Lecturer)
  2. Lektor (Assistant Professor)
  3. Lektor Kepala (Associate Professor)
  4. Guru Besar (Professor)

sekarang setiap tenaga pengajar juga harus melalui proses sertifikasi untuk diakui sebagai dosen dengan istilah sertifikasi dosen (serdos). Tidak terasa sudah 2 tahun lalu saya mengikuti rangkaian tes sertifikasi dosen.

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui seorang dosen untuk bisa diakui melalui sertifikasi dosen, dan sudah banyak website yang membahasnya. Di sini saya hanya ingin sharing beberapa tip dan trik saat mengikuti ujian TKDA (Tes Kompetensi Dasar Akademik) yang memang lumayan sulit jika tidak memiliki strategi untuk menjawabnya.

TKDA dibagi menjadi 3 bagian tes:

  1. Verbal, untuk bagian ini saya mendapat nilai 688 (dari nilai sempurna 800)
  2. Numerikal, untuk bagian ini saya mendapat nilai 768 (dari nilai sempurna 800)
  3. Figural, untuk bagian ini saya mendapat nilai 800 (sempurna)

 

Untuk dapat menjawab bagian Verbal, perlu wawasan yang luas atas kosa kata (vocabulary). Tapi sedikit tip, nanti ada bagian yang mencari relasi, seperti misalnya:

pilot:pesawat = supir:………

untuk menjawab model soal spt ini, kita harus mencari kata atau kalimat yg dapat menghubungkan 2 kata pertama. Untuk contoh di atas, kata penghubungnya adalah “mengemudikan”, sehingga kalimat lengkapnya menjadi:

pilot mengemudikan pesawat = supir mengemudikan ………

sehingga jawabannya adalah “mobil”

 

Untuk dapat menjawab bagian Numerikal, yg dibutuhkan adalah konsentrasi dan estimasi. Karena akan sangat sulit untuk dapat menghitung seluruh soal dengan presisi, jadi harus pakai estimasi. Dengan estimasi kita memperkirakan jawaban mana saja yg kemungkinan besar salah sampai bisa menyisakan jawaban yg kemungkinan besar benar. Untuk kategori soal multiple choice, strategi ini lebih cepat dibandingkan benar2 menghitung untuk mendapatkan jawaban yg tepat.

 

Untuk dapat menjawab bagian Figural,yg dibutuhkan adalah kemampuan imajinasi. Sedikit tip untuk salah satu jenis soal 3D (yang mencari potongan gambar) adalah dengan menggambarnya di kertas coret2an lalu mencocokannya di layar monitor untuk masing2 jawaban. Sedangkan tip untuk jenis soal kubus, metodenya sama spt Numerikal yaitu mencari jawaban yg salah untuk mendapatkan yg benar. Ambil satu sisi sebagai acuan, lalu bandingkan dg setiap jawaban untuk mencari yg salah.

Semoga tips ini bisa membantu, dan jangan lupa yg terpenting adalah hati dan pikiran harus tenang, karena TKDA maupun TPA membutuhkan konsentrasi.

Smart IoT vs. Intelligent IoT

Tag

, , , , ,

Hari ini mendapat kesempatan membantu Signify Indonesia (Philips Lighting) mempromosikan produk barunya, Interact Pro yang masuk ke dalam kategori Smart Lighting, yaitu lampu yang bisa dikendalikan dan diprogram lewat smartphone spt layaknya IoT (Internet of Things).

presentasi Smart IoT

Peserta yang hadir cukup banyak, dan kebanyakan dari bidang kerja ME (Mechanical and Electrical). Beberapa juga hadir para decision maker, karena pada acara ini juga diberikan demo cara kerja produk Interact Pro dari Signify Indonesia yang bekerja sama dengan PT. Pelita Abadi Sejahtera (https://goo.gl/maps/1tKwVrc9Wt42), distributor resmi produk Philips Lighting.

Presentasi tentang Smart IoT saya arahkan ke efisiensi listrik, agar sesuai dengan topik dan target produk Interact Pro. Di akhir presentasi juga dijelaskan tentang topologi umum tentang IoT beserta berbagai protokol komunikasinya, spt Zigbee, Z-Wave, LoRa, NarrowBand-IoT, WiFi, Bluetooth LE, Mobile WSN, VANET, dll.

Namun fokus presentasi yang saya sajikan adalah pada future IoT, yaitu Intelligent IoT. Saat sidang terbuka S3 saya juga penguji menanyakan tentang konsep apa yang ada di Intelligent IoT, dan saya jelaskan perbedaannya:

Smart IoT, meskipun sudah tidak membutuhkan keterlibatan manusia dalam pengoperasian, namun aturan2 yang ditanamkan ke dalamnya bersifat predefined. Dalam artian aturan2nya bersifat fix dan hanya bisa diubah oleh admin.

Intelligent IoT, merupakan penggabungan antara Smart IoT dengan AI (Artificial Intelligence), dimana IoT memiliki kemampuan untuk learning dan growth, sehingga aturan2 yg tadinya bersifat predefined sekarang bisa bersifat fleksibel sesuai behavior dan karakter dari penggunanya.

Contoh dari Intelligent IoT adalah Jarvis dari Iron Man 🙂

Interact Pro

Sebagaimana layaknya Smart IoT, Interact Pro memiliki beberapa fitur spt bisa dikendalikan melalui smartphone, memiliki dashboard, dan yg menurut saya paling menarik adalah kemampuan dashboard dalam menampilkan informasi tentang penggunaan daya per lampu (lampu yg digunakan juga smart, sudah memiliki fitur pengukuran kWh yg digunakan dan dilaporkan ke Cloud untuk ditampilkan di dashboard).

File presentasi bisa diunduh disini.

Konser Musik dan Euphoria Anak Muda

Tag

, , ,

Beberapa hari lalu teman2 pada ribut dengan konser Guns N’ Roses dan malamnya pada pamer foto2 di lokasi konser. Rekaman2 smartphone pun bertebaran di berbagai channel, mulai dari sosial media sampai ke status dan profile picture internet messaging.

Mendengarkan rekaman2 smartphone jadi berpikir, sebenarnya apa yg dicari dengan nonton konser grup musik yg sudah cukup lawas tersebut? Kangen dengan suara Axl? Sepertinya kualitas suaranya sudah tidak sehebat dulu. Kangen dengan petikan gitar Slash? Kelincahan jari2nya juga sudah menurun.

Jadi apa yg dicari dari nonton konser tsb?
Kalau melihat dari foto2 penontonnya, usia mereka kebanyakan sudah di atas 30 tahun. Jadi sptnya memang yg dicari adalah suasananya, suasana di mana kita bisa mengenang masa muda, masa di mana kita bisa bebas berteriak dan menangis bahagia karena bisa dekat dengan idola kita  🙂

Spotify on Stage

Jadi teringat pertama kalinya menemani anak untuk menonton Spotify on Stage bulan Oktober lalu. Ada 2 idolanya yang akan manggung, yaitu Anne Marie dan Stray Kids. Saat masuk hall JIExpo sudah terasa aura yang sangat berbeda, aura passion dari anak2 muda yang begitu bergairah ingin segera berteriak dan (jika mungkin) bersalaman dengan idolanya.

Dan saat Anne Marie naik ke atas panggung, semua langsung berteriak dan berusaha ikut menyanyi. Untungnya teriakannya hanya saat Anne Marie naik ke atas panggung, sehingga selama perform semua penonton masih bisa ikut menyanyi bersama. Anne Marie memang luar biasa, dengan suaranya yg berat dan keren, dia bisa mengajak penonton untuk ikut bergembira dan bernanyi bersama.

Spotify on Stage - Stray Kids

Tapi suasana berubah drastis saat Stray Kids naik ke atas panggung. Penonton tidak hanya berteriak, namun sudah histeris. Penonton yang di depan berusaha mendesak semakin ke depan, sampai terlihat beberapa penonton wanita dibopong ke belakang karena pingsan. Anak saya yg berumur 12 tahun juga berteriak2 histeris, sampai minta digendong agar bisa melihat idolanya di atas panggung dengan jelas  🙂

Sampai Stray Kids sendiri terlihat sangat kuatir dengan kondisi tersebut, dan sempat menarik diri dari panggung dan menolak manggung jika kondisinya masih tidak kondusif.

Memang suasana konser musik di mana kita bisa berteriak bebas melepaskan emosi ternyata bisa menjadi daya tarik tersendiri. Sekarang bisa mengerti mengapa teman2 yang melakukan demonstrasi lebih suka melakukannya dengan berteriak2 meskipun panas terik dan hujan badai.