Bulan Februari ada Imlek, ingin melihat bagaimana Singapura merayakan Imlek. Akhirnya diputuskan pergi liburan ke sana pas tanggal 2 Februari dan balik tgl 5 Februari pas hari Imleknya. Tujuan utamanya memang melihat Imlek, tapi juga sekaligus mengajarkan anak2 jika ingin liburan sendiri ke Singapura. Tapi ternyata datang pas Imlek bukan keputusan yg tepat, karena sedikit sekali hiasan2 Imlek, yg ada hanya warung2 yg justru pada tutup liburan 😀 Perayaannya sendiri ada di weekend setelah Imlek. Jadi selama di sana akhirnya full buat ngajarin anak2 buat bisa liburan mandiri, sekaligus icip2 wisata kuliner.
Ada yg menarik saat anak bertanya: “Pa, kok di sini orang2nya tertib ya? Kota nya juga bersih banget”.
Diskusi pun terjadi, dan kesimpulannya:
Semua tergantung penegakan hukumnya. Karena di Singapura hukum benar2 terlihat dijalankan, orang2 jadi takut melanggar hukum. Melanggar hukum akibatnya adalah denda finansial yg harus mereka bayar, dan itu berarti mengurangi pendapatan mereka yg sudah cukup banyak dipotong untuk pajak. Dan perlahan2 hal ini jadi budaya di mereka.
Apakah kita di Indonesia bisa spt Singapura?
Sepertinya masih jauh, karena menurut saya pondasi untuk memulai disiplin hukum harus dimulai dg rasa bangga terhadap bangsa dan kemudian dilanjutkan dg harga diri yg tinggi sbg bangsa Indonesia. Informasi ini yg saya dapatkan saat mengunjungi museum lilin Madame Tussaud di Sentosa, krn di museum tsb diceritakan sejarah Singapura dari yg miskin tidak memiliki apa pun sampai bisa menjadi negara ketiga yg paling bersih dari korupsi.
Sepertinya hal yg sama juga terdapat pada Korea Selatan. Mereka benar2 bangsa yg sangat bangga dengan negaranya, very proud to be Korean 🙂
Apakah kita sudah bangga menjadi bangsa Indonesia?
Yuk follow “Good News from Indonesia”