Tag
cara mengurangi efek hoax, confirmation bias, hacking, hoax hacking, menggunakan confirmation bias untuk kepercayaan stakeholder

membawakan presentasi tentang Confirmation Bias pada Seminar Breakthrough Cyberterror
Hari ini mengisi acara seminar Breakthrough Cyber Terror sebagai pemeran pendamping. Pemeran utamanya mas Josua yg sudah well-respected di dunia cyber hacking. Karena materi yg dibawakan mas Josua adalah tentang teori dan praktik hacking, maka saya membawakan aspek yg berbeda agar tidak membosankan.
Materi yg saya bawa adalah tentang bagaimana caranya meyakinkan stakeholder bahwa system yg kita gunakan adalah aman. Caranya menggunakan aspek psikologis yg saat ini lagi lumayan booming, yaitu confirmation bias, atau myside bias.
Tapi, apa hubungan cyber terror dengan confirmation bias? Kenapa aspek ini yang digunakan sebagai materi diskusi?
Pada saat suatu hacking terjadi, yang paling terasa imbasnya adalah kepercayaan para stakeholder. Oleh karenanya sangat penting untuk menjaga kepercayaan stakeholder terhadap system yg digunakan.
Ada 2 pendekatan yg saya ungkapkan pada diskusi kali ini, yaitu:
- menggunakan aspek psikologi confirmation bias,
- menggunakan system yg sudah well respected.
Namun fokus diskusi ada pada poin nomor 1. Idenya adalah spt ini:
100 debunked hoax akan menjadikan event ke 101 dianggap sbg hoax
Jadi idenya adalah membuat banyak claim bahwa system bisa di-hack tapi kita bantah, tentunya, dengan eviden yg kuat. Jika hal ini dilakukan berulang2, akhirnya saat benar2 ada event yg true positive (claim system bisa di-hack), stakeholder akan menganggapnya sebagai hoax.
Diskusi memang akhirnya lebih banyak terjadi pada hoax di masyarakat, dan ada beberapa diskusi yg menarik dan perlu saya cantumkan di sini agar bisa jadi catatan buat saya.
- Apa yang harus kita lakukan untuk mengurangi penyebaran hoax?
Presentasi yg saya bawakan ttg Confirmation Bias membahas aspek “bagaimana kita menanamkan informasi pada seseorang sebelum ada berita hoax, sehingga pada saat ada berita hoax seseorang tersebut akan menolaknya”. Kalau dari sudut pandang Confirmation Bias, terlihat sangat sulit menangkal hoax, karena seberapa pun keras dan seringnya kita membantah hoax dg bukti, tetap aja akan diterima sebagai fakta oleh sebagian orang, karena merasa nyaman dengan hoax tsb, dan itu lah Confirmation Bias. Jadi, menurut Confirmation Bias, sebelum ada hoax, kita bisa mencegahnya dg sering2 memuat fakta. Misalnya untuk menangkal hoax tentang harga sembako, kita bisa menayangkan harga sembako di tiap pasar induk, sehingga saat ada hoax yg mengatakan harga sembako sangat tinggi, orang yg membaca hoax tsb akan menolaknya karena telah tersimpan dalam ingatannya bahwa harga sembako sebenarnya stabil. - Jika Facebook adalah sumber utama penyebaran hoax, kenapa tidak ditutup saja?
Dari yang pernah saya baca, dari seluruh postingan di Facebook, hanya sebagian kecil yang hoax. Jadi sayang kalau Facebook ditutup hanya karena ulah sebagian kecil postingan. Yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak postingan positif untuk menanamkan persepsi dan informasi pada semua teman kita di Facebook bahwa “all is well” [movie: 3 Idiots]. - Bagaimana caranya “menghapus” informasi hoax di dalam ingatan seseorang?
Nah ini pertanyaan yg sulit, karena sudah membahas domainnya psikiater. Tapi dari yg pernah saya baca (lupa dari mana sumbernya), otak kita terdiri dari 3 bagian, dan salah satunya adalah yg disebut dengan “otak reptil”. Bagian otak ini, cmiiw, bisa “menghapus” informasi hoax saat orang tsb merasa terancam. Misalnya diciduk aparat keamanan karena pernah menyebarkan hoax, hal ini bisa mengaktifkan “otak reptil” dan menanamkan persepsi bahwa beberapa informasi yg diingatnya adalah hoax.
Link presentasi ada disini: Breakthrough Cyber Terror – Psychological Perspective.