
Sidang Terbuka bersama para Penguji. Prof. Iwan, Prof. Riyan, Prof. Iping (promotor), saya, Bu Ulfa (co-promotor), Prof. Benhard, pa Wikan, dan Prof. Tengku
Sidang Terbuka, Rabu, 26 September 2018.
Akhirnya setelah 5 tahun lebih 2 bulan bisa juga menyelesaikan studi doktoral di ITB. Lama? relatif, karena dari angkatan saya, saya urutan yg ke-4 bisa menyelesaikan studi, tapi ternyata ada juga angkatan adik kelas yang bisa menyelesaikan studi doktoralnya hanya dalam waktu 3 tahun 😀
Setelah menyelesaikan sidang terbuka, semua mengajukan pertanyaan yg serupa:
gimana rasanya? sudah lega kan sekarang?
Hanya senyuman yg bisa saya berikan saat itu 🙂
kenapa? karena memang rasanya sama saja antara 6 bulan sebelum sidang dengan setelah sidang. Sampai akhirnya ada teman yg bertanya “kok bisa sih selalu tenang dan tersenyum?”
Baru saat itu saya sadar dan bertanya “iya ya, kenapa ya?”
Apakah ini artinya saya sudah bisa melakoni prinsip hidup “ikhlas dalam bekerja, dan pasrah terhadap hasilnya” sehingga tidak merasa cemas apalagi kuatir? Prinsip hidup tsb juga tertulis di dalam:
Bhagawad Gita 2:47
कर्मण्येवाधिकारस्ते मा फलेषु कदाचन।
Karmanye vadhikaraste Ma Phaleshu Kadachanaartinya: You have the right to work only, but never to its fruits
Setelah merenung dan merenung cukup lama, sptnya benar juga, saya sangat amat jarang merasa cemas dan kuatir terhadap sesuatu yg akan terjadi. Ini yang membuat saya, meskipun kadang terasa sulit, masih bisa tersenyum bahkan dalam keadaan sesulit apapun 🙂
Lalu saya jadi bertanya pada diri sendiri, apakah saya masih bisa tersenyum karena memang ikhlas dalam berusaha atau ternyata hanya karena apatis (nda pernah dibawa ke dalam pikirin, apalagi ke dalam hati/perasaan) ?
Saya jadi teringat dg keputusan saya menutup akun facebook saya karena sering membaca postingan yg bikin hati tidak tenang, dan ternyata memang setelah itu perasaan jadi tenang, bebas dari rasa marah atau kesal, semuanya terasa menyenangkan.
Tapi sekarang saya jadi sadar bahwa hati saya sekarang terasa tenang bukan karena bisa mengelola perasaan yg ikhlas tapi semata2 karena tidak adanya gangguan dari luar (misalnya membaca postingan di facebook). Akhirnya jadi teringat suatu pepatah yg entah dari mana saya dapatkan:
stress management itu bukan untuk meniadakan stress, tapi justru untuk bisa menerima stress namun dapat mengelolanya dg baik dan kemudian bisa tersenyum atas stress tersebut
Berarti saya masih harus banyak belajar untuk ikhlas, bukan dg menghindari energi negatif tapi justru berlatih agar saat berada di pusaran energi negatif tapi hati kita tetap positif tak terganggu.
Memang ikhlas dan apatis bukan dua sisi mata uang yg berkebalikan, namun untuk kasus ini mereka saling terkait. Ikhlas berarti seberat apapun beban yg kita terima, semua kita jalani dan tetap tersenyum bahagia. Apatis berarti menghindari adanya beban, sehingga kita bisa tersenyum bahagia
Sudah tersenyum kah kita hari ini? 🙂